RANGKUMAN
MATERI UNIT KESEHATAN SEKOLAH ( UKS ) dan IMUNSASI
Dosen Pengampu :
Fathkul Imron


Disusun Oleh :
Pradhita W.D.R ( A510120170 / VI G )
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
USAHA KESEHATAN SEKOLAH (
UKS )
- Definisi
Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS) adalah usaha untuk membina dan mengembangkan kebiasaan dan perilaku hidup
sehat pada peserta didik usia sekolah yang dilakukan secara menyeluruh
(komprehensif) dan terpadu (integrative) melalui program pendidikan dan
penyuluhan kesehatan. UKS adalah bagian dari usaha kesehatan pokok yang sesuia
beban tugas puskesmas yang di tujukan kepada sekolah-sekolah. Untuk
optimalisasi program UKS perlu ditingkatkan peran serta peserta didik sebagai
subjek dan bukan hanya objek. Dengan UKS ini diharapkan mampu menanamkan sikap
dan perilaku hidup sehat pada dirinya sendiri dan mampu menolong orang lain.
Dari pengertian ini maka UKS dikenal pula dengan child to child programe.
Program dari anak, oleh anak, dan untuk anak untuk menciptakan anak yang
berkualitas.
- Ruang lingkup kegiatan
Kegiatan utama usaha kesehatan sekolah di
sebut dengan trias uks, yang terdiri dari :
1. Pendidikan
kesehatan
2. Pelayanan
kesehatan
3. Pembinanan
lingkungan kehidupan sekolah yang sehat
Dengan demikian trias uks
perpaduan antara pendidikan dengan upaya pelayanan keseahatan. Pendidikan
kesehatan merupakan upaya pendidikan kesehatan yang di laksanakan sesuai dengan
kurikulum sekolah. Pelayanan kesehatan merupakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat, yang pada akhirnya dapat mningkatkan produktivitas belajar dan
berprestasi belajar. Sedangkan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat
merupakan gabungan antara upaya pendidikan dan upaya kesehatan untuk dapat
diterapkan dalam lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-hari peserta didik.
- Tujuan usaha kesehatan sekolah
Secara umum UKS bertujuan
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta
didik. Selain itu juga menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia berkualitas. Sedangkan secara khusus tujuan UKS adalah
menciptakan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat, meningkatkan pengetahuan,
mengubah sikap dan membentuk perilaku masyarakat sekolah yang sehat dan
mandiri. Di samping itu juga meningkatkan peran serta peserta didik dalam usaha
peningkatan kesehatan di sekolah dan rumah tangga serta lingkungan masyarakat,
meningkatkan keteramplan hidup sehat agar mampu melindungi diri dari pengaruh
buruk lingkungan.
- Sasaran usaha kesehatan sekolah
Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh
peserta didik dari tingkat pendidikan:
1. Sekolah taman
kanak-kanak
2. Pendidikan
dasar
3. Pendidikan
menengah
4. Pendidikan
agama
5. Pendidikan
kejuruan
6. Pendidikan
khusus(sekolah luar biasa)
Untuk sekolah dasar
pendidikan sekolah dasar di prioritaskan kelas I, III, dan kelas VI. Alasannya
adalah kelas I, merupakan fase penyusuaian dalam lingkungan sekolah
yang baru dan lepas dari pengawasan orang tua, kemungkinan kontak dengan berbagai
penyebab penyakit lebih besar karena ketidaktahuan dan ketidakmengertian
tentang kesehatan. Di samping itu kelas satu adalah yang lebih baik untuk di
berika imunisasi ulangan. Pada kelas I ini di lakukan penjaringan untuk
mendeteksi kemungkinan adanya kelainan yang mungkin timbul sehingga mempermudah
pengawasan untuk jenjang selanjutnya. Kelas III, di laksanakan di
kelas III untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan hasil pelaksanaan uks di kelas
satu dahulu dan langkah-langkah selanjutnya yang akan di lakukan dalam program
pembinaan uks. Kelas VI, dalam rangka mempersiapkan kesehatan peserta
didik ke jenjang pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan pemeliharaan dan
pemeriksaan kesehatan yang ckup.
Untuk belajar dengan
efektif peserta didik sebagai sasaran UKS memerlukan kesehatan yang baik.
Kesehatan menunjukkan keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan
bagi peserta didik merupakan sangat menentukan keberhasilan belajarnya di
sekolah, karena dengan kesehatan itu peserta didik dapat mengikuti pembelajaran
secara terus menerus. Kalau peserta didik tidak sehat bagaimana bisa belajar
dengan baik. Oleh karena itu kita mencermati konsep yang dikemukakan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahwa salah satu indikator kualitas sumber
daya manusia itu adalah kesehatan, bukan hanya pendidikan. Ada tiga kualitas
sumber daya manusia, yaitu pendidikan yang berkaitan dengan berapa lama
mengikuti pendidikan, kesehatan yang berkaitan sumber daya manusianya, dan
ekonomi yang berkaitan dengan daya beli. Untuk tingkat ekonomi Indonesia masih
berada pada urutan atau ranking yang sangat rendah yaitu 108 pada tahun 2008,
dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Kemajuan ekonomi suatu bangsa
biasanya berkorelasi dengan tingkat kesehatan masyarakatnya. Semakin maju
perekonomiannya, maka bangsa itu semakin baik pula tingkat kesehatannya. Oleh
karena itu, jika tingkat ekonomi masih berada di urutan yang rendah, maka
tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya belum sesuai dengan harapan. Begitu
pula dengan sumber daya manusianya yang diharapkan berkualitas masih memerlukan
proses dan usaha yang lebih keras lagi.
- Kegiatan usaha kesehatan
sekolah
Nemir mengelompokkan usaha kesehatan
sekolah menjadi 3 kegiatan pokok, yaitu :
1.
Pendidikan kesehatan sekolah
a. Kegiatan intra
kurikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan merupakan bagian
dari kurikulum sekolah, dapat berupa mata pelajaran yang berdiri sendiri
seperti mata pelajaran ilmu kesehatan atau disisipkan dalam ilmu-ilmu laen
seperti olah raga dan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya.
b. Kegiatan ekstra
kurikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan yang di masukan dalam
kegiatan-kegiatan ekstarakulikuler dalam rangka menanamkan prilaku sehat
peserta didik.
2.
Penyuluhan kesehatan dari petugas puskesmas yang berkaitan dengan :
1) Higien
personal yang meliputi pemeliharaan gigi, dan mulut, kebersihan kulit dan kuku,
mata, telinga dan sebagainya.
2) Lomba
poster sehat
3) Perlombaan
kebersihan kelas
3. Pemeliharaan kesehatan sekolah
Pemeliharaan kesehatan sekolah, di
maksudkan untuk memelihara , meningkatkan , dan menemukan secara dini gangguan
kesehatan yag mungkin terjadi terhadap peserta didik maupun gurunya.
Pemeliharaan kesehatan di sekolah di
lakukan oleh petugas pusekesmas yang merupakan tim yang di bentuk di bawah
coordinator UKS yang terdiri dari dokter, perawat, juru imunisasi dan
sebagainya. Dan untuk koordinasi untuk tingkat kecamatan di bentuk tim Pembina
usaha kesehatan sekolah (TPUKS). Kegitan-kegiatan yang di lakukan adalah :
a. Pemeriksaan
kesehatan, yang meliputi gigi dan mulut, mata telingan dan tenggorokan, kulit
dan rambut dsb
b. Pemeriksaan
perkembangan kecerdasan
c. Pemberian
imunisasi
d. Penemuan
kasus-kasus dini yang mungkin terjadi
e. Pengobatan
sederhana
f. Pertolongan
pertama
g. Rujukan
bila menemukan kasus yang tidak dapat di tanggulangi di sekolah termasuk juga
adalah pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan guru.
- Peran sekolah dalam meningkatkan
kesehatan
Pada era globalisasi ini
banyak tantangan bagi peserta didik yang dapat mengancam kesehatan fisik dan
jiwanya. Tidak sedikit anak yang menunjukkan perilaku tidak sehat, seperti lebih
suka mengkonsumsi makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula, garam, rendah
serat, meningkatkan risiko hipertensi, diabetes melitus dan obesitas, dan
sebagainya. Apalagi sebelum makan tidak mencuci tangan terlebih dahulu,
sehingga memungkinkan masukkan bibit penyakit ke dalam tubuh. Selain itu
meningkatnya perokok pemula, usia muda, atau usia peserta didik sekolah
sehingga risikonya akan mengakibatkan penyakit degeneratif. Perilaku tidak
sehat lainnya yang mengkhawatirkan adalah melakukan pergaulan bebas, sehingga
terjerumus ke dalam penyakit masyarakat seperti penggunaan narkoba atau
tindakan kriminal. Apalagi perilaku tidak sehat ini, disebabkan lingkungan yang
tidak sehat, seperti kurang bersihnya rumah, sekolah, atau lingkungan
masyarakatnya.
Tantangan lain tentang
perilaku tidak sehat muncul dari diri peserta didik sendiri. Aktifitas fisik
mereka kurang bergerak, olahraga pun kurang, malas sehingga tidak bergairah
baik di rumah maupun atau di sekolah. Peserta didik pun cenderung lebih
menyukai dan banyak menonton televisi, bermain videogames, dan play station,
sehingga mengakibatkan fisiknya kurang bugar. Akibatnya mereka rentan mengalami
sakit dan beresiko terhadap berbagai penyakit degeneratif di usia dini. Untuk
itu diperlukan fasilitas dan program pendidikan jasmani atau olah raga memadai
dan terprogram dengan baik, di sekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar.
Hal ini sangat mendukung dan memungkinkan peserta didik untuk bergerak,
berkreasi, dan berolah raga dengan bebas, menyenangkan dan bermanfaat bagi
kesehatan dan kebugaran fisiknya. Kesehatan fisik peserta didik berkorelasi
positif terhadap kematangan emosi sosialnya. Guru atau orang tua perlu
memberikan bekal yang penting bagi peserta didik yaitu menciptakan kematangan
emosi-sosialnya agar dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan,
termasuk tantangan untuk berhasil secara akademik. Peserta didik pun akan mampu
mengendalikan stress yang dialaminya, karena jika stress tidak dikendalikan
akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit dan akan menjadi kendala untuk
keberhasilan belajarnya.
Untuk menghadapi berbagai
tantangan yang dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwanya tersebut sekolah
memilkki peran yang penting untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatan
peserta didik. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menciptakan lingkungan
“Sekolah Sehat” (Health Promoting School/HPS) melalui UKS. Konsep inilah yang
oleh Badan Kesehatan Dunia WHO disebut HPS (Health Promoting Schools) atau
Sekolah Promosi Kesehatan sehingga “a health setting for living, learning and
working” dengan tujuan (goal) “Help School Become Health Promoting Schools.”
Program UKS ini hendaknya dilaksanakan dengan baik sehingga sekolah menjadi
tempat yang dapat meningkatkan atau mempromosikan derajat kesehatan peserta
didiknya.
Menurut WHO (Depkes, 2008) ada enam ciri
utama sekolah yang dapat mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu :
1. Melibatkan
semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, yaitu peserta
didik, orang tua, dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di
masyarakat.
2. Berusaha
keras untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, meliputi sanitasi dan
air yang cukup, bebas dari segala macam bentuk kekerasan, bebas dari pengaruh
negatif dan penyalahgunaan zat-zat berbahaya, suasana yang mempedulikan pola
asuh, rasa hormat dan percaya. Diciptakannya pekarangan sekolah yang aman,
adanya dukungan masyarakat sepenuhnya.
3. Memberikan
pendidikan kesehatan dengan mengembangkan kurikulum yang mampu meningkatkan
sikap dan perilaku peserta didik yang positif terhadap kesehatan, serta dapat
mengembangkan berbagai keterampailan hidup yang mendukung kesehatan fisik,
mental dan sosial. Selain itu, memperhatikan pentingnya pendidikan dan
pelatihan untuk guru maupun orang tua.
4. Memberikan
akses (kesempatan) untuk dilaksanakannya pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu
penyaringan, diagnose dini, pemantauan dan perkembangan, imunisasi, serta
pengobatan sederhana. Selain itu, mengadakan kerja sama dengan puskesmas
setempat, dan mengadakan program-program makanan begizi dengan memperhatikan
‘keamanan’ makanan.
5. Menerapkan
kebijakan-kebijakan dan upaya-upaya di sekolah untuk mempromosikan atau
meningkatkan kesehatan, yaitu kebijakan yang didukung oleh seluruh staf sekolah
termasuk mewujudkan proses pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan
psikososial yang sehat bagi seluruh masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya
memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh peserta didik. Terakhir.
kebijakan-kebijakan dalam penggunaan rokok, penyalahgunaan narkotika termasuk
alkohol serta pencegahan segala bentuk kekerasan/pelecehan.
6. Bekerja
keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan
cara memperhatikan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Cara lainnya
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat.
Upaya mengembangkan
“Sekolah Sehat” (Health Promoting School/HPS) melalui program UKS perlu
disosialisasikan dan dilakukan dengan baik. melalui pelayanan kesehatan
(yankes) yang didukung secara mantap dan memadai oleh sektor terkait lainnya,
seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan media massa. Sekolah sebagai
tempat berlangsungnya proses pembelajaran harus menjadi HPS, yaitu sekolah yang
dapat meningkatkan derajat kesehatan warga sekolahnya. Upaya ini dilakukan
karena sekolah memiliki lingkungan kehidupan yang mencerminkan hidup sehat.
Selain itu, mengupayakan pelayanan kesehatan yang optimal, sehingga terjamin
berlangsungnya proses pembelajaran dengan baik dan terciptanya kondisi yang
mendukung tercapainya kemampuan peserta didik untuk beperilaku hidup sehat.
Semua upaya ini akan tercapai bila sekolah dan lingkungan dibina dan
dikembangkan. Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilakukan melalui pemeliharaan
sarana fisik dan lingkungan sekolah, melakukan pengadaan sarana sekolah yang
mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat, melakukan kerja sama
dengan masyarakat sekitar sekolah yang mengandung lingkungan besih dan sehat,
dan melakukan penataan halaman, pekarangan, apotik hidup dan pasar sekolah yang
aman.
Upaya lain yang dilakukan
dalam pembinaan lingkungan sekolah sehat dan promosi gaya hidup sehat melalui
pendekatan life skills education atau pendidikan kecakapan hidup. Setiap
individu akan mengalami kehidupan yang sehat fisik dan mentalnya apabila dapat
menuntaskan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Implikasi tugas
perkembangan ini terhadap pendidikan adalah bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan perlu disusun struktur kurikulum yang muatannya dapat memfasilitasi
perkembangan kesehatan sebagai suatu kecakapan hidup (life skills). Kecakapan
hidup adalah kecakapan yang diperlukan untuk hidup. yang meliputi pengetahuan,
mental, fisik, sosial, dan lingkungan untuk mengembangkan dirinya secara
menyeluruh untuk bertahan hidup dalam berbagai keadaan dengan berhasil,
produktif, bahagia, dan bermartabat. WHO atau World Health Organization)
mendefinisikan kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat
beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu
menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih
efektif. Selain itu, dapat membantu seseorang menarik keputusan yang tepat,
berkomunikasi secara efektif, dan membangun keterampilan mengelola diri sendiri
yang dapat membantu mereka mencapai hidup yang sehat dan produktif. Sedangkan
UNICEF memberikan definisi tentang kecakapan hidup yang merujuk pada kecakapan
psiko-sosial dan interpersonal yang dapat membantu orang untuk mengambil
keputusan yang tepat, berkomunikasi secara effektif, memecahkan masalah,
mengatur diri sendiri, dan mengembangkan sikap hidup sehat dan produktif.
Pendidikan kecakapan hidup
didasarkan atas konsep bahwa peserta didik perlu learning to be (belajar untuk
menjadi), learning to learn (belajar untuk belajar) atau learning to know
(belajar untuk mengetahui), learning to live with others (belajar untuk hidup
bersama), dan learning to do (belajar untuk melakukan). Berdasarkan konsep ini,
kecakapan hidup terbagi atas empat kategori yaitu kecakapan hidup personal
learning to be), kecakapan hidup social (learning live with others), kecakapan
hidup akademik (learning to learn/ learning to know), dan kecakapan hidup
vokasional (learning to do).
Kecakapan personal
(personal skill), meliputi kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill)
dan kecakapan berfikir (thinking skill). Bagi peserta didik mempraktekkan
kecakapan personal penting untuk membangun rasa percaya diri, mengembangkan
akhlak yang mulia, mengembangkan potensi, dan menanamkan kasih sayang dan
rasa hormat kepada orang lain. Kecakapan sosial (social skill), meliputi
kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerja sama
(collaboration skill). Mempraktekkan kecakapan sosial penting untuk membantu peserta
didik mengembangkan hubungan yang positif, secara konstruktif mengelola emosi
dan meningkatkan partisipasi dalam kegiatan yang menguntungkan masyarakat.
Kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual. Mempraktekkan
kecakapan akademik penting untuk membantu peserta didik memperoleh
kecakapan ilmiah, teknologi dan analitis yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja. Kecakapan
vokasional (vocational skill) atau kemampuan kejuruan terbagi atas kecakapan
vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus
(occupational skill). Mempraktekkan kecakapan vokasional penting untuk
membekali peserta didik dengan kecakapan teknis dan sikap yang dituntut oleh
perusahaan atau lembaga yang menyediakan lapangan kerja.
Keempat jenis
kecakapan hidup itu menghasilkan individu yang memiliki kesehatan jasmani dan
rokhani, lahir atau bathin yang diperlukan untuk bertahan dalam lingkungan apa
pun. Peserta didik memiliki kemampuan untuk memanfaatan semua sumber daya
secara optimal, sehingga akan meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas
hidupnya. Kecakapan hidup yang diperoleh oleh peserta didik melalui proses
belajar bukan terjadi begitu saja, dapat dipraktekkan oleh peserta didik dalam
kehidupan sehari-harinya dengan diberi contohnya oleh guru, orang tua dan
anggota masyakarat. Kecakapan hidup membantu peserta didik secara positif dan
adaptif mengatasi situasi dan tuntutan hidup sehari-hari. Untuk itu sekolah
mengembangan kecakapan hidup peserta didik antara lain menciptakan lingkungan
sekolah yang sehat, bekerja sama dengan masyarakat menyediakan berbagai
keperluan sekolah menciptakan dan meningkatkan kesehatan peserta didiknya, baik
fisik maupun non fisik.
- Kebijakan dalam peningkatan
implementasi dalam peningkatan usaha kesehatan sekolah
Untuk mendukung
peningkatan proses pembelajaran yang lebih baik, maka program peningkatan
kualitas jasmani dan pengembangan sekolah sehat akan terus dilaksanakan.
Sehingga dapat terbentuk peserta didik yang sehat dan bugar serta sekolah yang
memenuhi standar sekolah sehat. Cara yang dilakukan adalah mengoptimalkan
berbagai upaya pengembangan sekolah sehat antara lain dilakukan upaya
peningkatan kemampuan profesionalisme guru dan tenaga pendidik melalui berbagai
pelatihan, bimbingan dan penyuluhan, serta upaya-upaya sosialisasi dan
implementasi di bidang UKS, pendidikan kesehatan, pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan jasmani dan kebugaran jasmani. Mengefektifkan pengkajian dan
pengembangan pendidikan antara lain dengan lebih memfokuskan upaya pengkajian
dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat, melaksanakan evaluasi yang
sesuai dengan upaya peningkatan kualitas jasmani dan pengembangan sekolah
sehat. Mengintensifkan pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi antara lain dengan memantapkan pengembangan program dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan dan melaksanakan pengkajian dan pengembangan
bidang pengukuran, standarisasi, evaluasi dalam rangka upaya peningkatan
kualitas jasmani dan pengembangan sekolah sehat. Meningkatkan kegiatan analisis
kajian kesegaran jasmani, pendidikan jasmani dan pendidikan rekreasi yang dapat
bermanfaat langsung bagi peserta didik, tenaga kependikan dan masyarakat serta
menunjang peningkatan mutu pendidikan.
- Cara melaksanakan pendidikan
kesehatan di sekolah
Pendidikan kesehatan
memiliki beberapa tujuan, yaitu memiliki pengetahuan tentang isu kesehatan,
memiliki nilai dan sikap positif terhadap prinsip hidup sehat, memiliki
keterampilan dalam pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan, memiliki
kebiasaan hidup sehat, mampu menularkan perilaku hidup sehat, peserta didik
tumbuh kembang secara harmonis, menerapkan prinsip-prinsip pencegahan penyakit,
memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar, memiliki kesegaran
jasmani dan kesehatan yang optimal Tujuan pendidikan kesehatan tersebut akan
tercapai dengan melakukan berbagai cara pelaksanaannya.
Cara melaksanakan
pendidikan kesehatan di sekolah dilakukan melalui penyajian dan penanaman kebiasaan.
Cara penyajian pendidikan lebih menekankan peran aktif peserta didik melalui
kegiatan ceramah, diskusi, demonstrasi, pembimbingan, permainan, dan penugasan.
Cara penanaman kebiasaan dilakukan melalui penugasan untuk melalukan cara hidup
sehat sehari-hari dan pengamatan terus menerus oleh guru dan kepala sekolah.
Keberhasilan pendidikan kesehatan ditentukan dengan adanya keteladanan dan
dorongan dari kepala sekolah, guru, pegawai sekolah, dan orang tua.
Keberhasilan itu juga ditentukan adanya hubungan guru dengan orang tua peserta
didik, apa yang diberikan oleh guru di sekolah hendaknya juga didukung oleh
orang tua di rumah.
Materi pendidikan
kesehatan yang diajarkan di sekolah berbeda-beda disesuaikan dengan jenjang
pendidikannya. Materi pendidikan itu antara lain demam berdarah, flu burung,
pelayanan gizi, kesehatan gigi dan mulut, pengelolaan sampah, pengelolaan
tinja, sarana pembuangan limbah, pengelolaan air bersih, penyediaan air bersih,
air dan sanitasinya, pegenalan pada penyakit menular dan pencegahannya. Khusus
untuk peserta didik SMP/MTs dan SMA/SMK/MA ditambah dengan kesehatan
reproduksi, bahaya rokok dan deteksi dini penyalahgunaan narkotika, obat
terlarang, minuman keras, dan bahan-bahan yang berbahaya serta zat adiktif
(NAPZA) dan HIV/AIDS.
UKS dilaksanakan mulai
dari TK/RA sampai SLTA/MA, serta dilaksanakan secara berjenjang dari
sekolah/madrasah sampai pusat secara terkoordinasi baik antara sekolah dengan
Tim Pembina, Tim Pembina UKS di bawahnya dengan yang di atasnya maupun antar
sesama Tim Pembina UKS yang sejajar. Kegiatan UKS di lingkungan sekolah
meliputi beberapa kegiatan, yang pertama adalah rapat koordinasi baik di
tingkat pusat, propinsi, kabupaten serta tim Pembina. Semua dilakukan dengan
mengundang para anggota tim Pembina UKS baik dari bidang kesehatan dalam negeri
maupun dari pendidikan nasional. Kedua, memberikan bantuan peningkatan kualitas
kesehatan madrasah, kemudian orientasi dokter kecil untuk MI, dan kader
kesehatan remaja untuk MTs dan MA. Pembinaan UKS oleh TPUKS (Tim Pembina UKS)
masih rendah dan belum merata. Pendidikan kesehatan berbasis kesehatan dengan
program usaha kesehatan sekolah atau pelaksanaan sekolah sehat ini, diharapkan
menjadi bagian dari pelaksanaan pendidikan, bukan hanya di madrasah tetapi juga
di sekolah.
IMUNISASI
A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan
tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar
tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau
resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain
diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006). Imunisasi adalah usaha memberikan
kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu
(Hidayat,2008). Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga
rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya
dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap
terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Dari berbagai pengertian maka dapat
ditarik kesimpulan Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan
terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang
telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau
bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya
digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang. Suatu cara
untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit.
B. Jenis-jenis
Imunisasi
1. Imunisasi
BCG
Kepanjangan BCG? Mungkin karena susah
mengucapkannya makanya jarang yang hafal kepanjangannya. Bacillus
Calmette-Guerin.BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang
flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia
(85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat
proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap
tuberculosis yang dapat dipercaya.
Maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari
imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa
menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda
dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada
laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan
yang cukup terhadap hepatitis B. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria
lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Royan said : maksudnya, kalau sih anak
sudah kemasukkan kuman TBC sebelum diimunisasi, proses pembentukan antibbodi
setelah diimunisasi kurang memuaskan. Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur
2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3
bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat
jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari
ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya
kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG
buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat proteksi
imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes tuberkulin sesudah
imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan.Jadi tidak benar
kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan
0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan. maksudnya disuntikkan ke dalam
lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang
menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena
manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan
kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan
obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2000).
2. Imunisasi
Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan
imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam
program nasionalnya.Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini
sulit disembuhkan.Bila sejak lahir telah terinfeksi virud hepatitis B (VHB)
dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa.Sangat
mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati. Banyak jalan masuk virus
hepatitis B ke tubuh si kecil.Yang potemsial melalui jalan lahir. Cara lain
melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga
melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari
penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan
yang ada di klinik gigi.Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut
yang digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang
tampak secara kasat mata.Bahkan oleh dokter sekalipun.Fungsi hati kadang tak
terganggu meski sudah mengalami sirosis.Anak juga terlihat sehat, nafsu makan
baik, berat badan juga normal.Penyakit baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan darah. Upaya pencegahan adalah langkah terbaik.Jika ada salah satu
anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening
terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak.Selain
itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus
hepatitis B. Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara
suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia PemberianSekurang-kurangnya 12 jam
setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada
paru-paru dan jantung.Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus
bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan
dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral
(antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar). Penyuntikan di
bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis
yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan
melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak
berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun;
diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma
100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi
harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara
94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami respons
imun yang cukup.
Indikator Kontra: Tak dapat diberikan
pada anak yang sakit berat
3. Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama
oral polio vaccine atau yang sering dilihat dimana mana yaitu vaksin tetes
mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang disuntikkan.
Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit aslinya,
sehingga banyak digunakan.Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal
dan tidak punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan
fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang
tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena daya tahan tubuhnya lemah. Polio
atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf
dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki.Walaupun dapat sembuh, penderita
akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap
kecil.
Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio sudah
dikenal sejak zaman pra-sejarah.Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno
menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan
tongkat.Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan
menjadi pincang seumur hidupnya. Virus polio menyerang tanpa peringatan,
merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada
kaki.Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot
pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia
II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak
terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak
membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam
renang, sekolah tutup.
Virus polio menular secara langsung
melalui percikan ludah penderita atau makanan dan minuan yang dicemari.
Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali
sesuai dengan jadwal imunisasi.
4. DPT
Deskripsi Vaksin Jerap DPT adalah vaksin
yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri
pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium
fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per
dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan
terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan. Komposisi Tiap ml mengandung :
Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B,
pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus
dikocok dulu untuk menghomogenkan suspensi.Vaksin harus disuntikkan secara
intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.Bagian anterolateral paha atas
merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan.(Penyuntikan
di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai
syaraf pinggul).Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan
reaksi lokal. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan
jarum suntik dan syringe yang steril.
Di negara-negara dimana pertusis
merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT harus dimulai sesegera mungkin
dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya
diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan
secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak,
Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi Terdapat beberapa
kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DPT. Gejala-gejala
keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan
pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Imunisasi DPT kedua
tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama DPT. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT
untuk meneruskan imunisasi ini.Untuk individu penderita virus human
immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi
imunisasi DPT sesuai dengan standar jadual tertentu.
5. Campak
Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah
mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia,
antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat
pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang
daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan
virus Morbili ini.Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi,
sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau
butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau
mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit
dideteksi.Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata
kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian,
disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari.
Beberapa anak juga mengalami diare.satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi
yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.
Seiring dengan itu barulah muncul
bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini.Ukurannya tidak
terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.Awalnya haya muncul di beberapa
bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki.Dalam
waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tibih saja dan
tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya
demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah menjadi
kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan
mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu
hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.Dalam kondisi
ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter.Jaga stamina dan konsumsi
makanan bergizi.Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan
gejala yang muncul.Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi
virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak
bisa sangat berbahaya.Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak yang
berat.Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya
tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.Komplikasi yang terjadi biasanya berupa
radang paru-paru dan radang otak.Komplikasi ini yang umumnya paing sering
menimbulkan kematian pada anak.
Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2
kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian
campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di
usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai
12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella) (www.organisasi.org).
C. Efek Samping
Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun
pertahanan tubuh bayi.Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis
terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil. Pertahanan tubuh bayi dan balita belum
sempurna.Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan,
dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan tubuh.Dengan imunisasi,
diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang
menimbukan efek samping. Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap
membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik,
karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja.Namun,
kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini
bisa sangat berat, bahkan berujung kematian.Realita ini, menurut Departemen
Kesehatan RI disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI).Menurut
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua
kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah
imunisasi.
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada
satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu,
setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu
setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi
cepat). Selain itu, menurut
Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan
antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang
dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis
KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat.Dilihat dari gejalanya pun, dapat
dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi,
semakin cepat gejalanya.Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat
mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari
(pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang
(adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan
akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan
untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan,
distribusi serta penyimpanan vaksin.Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian Sri.
Penelitian Vaccine Safety Committee,
Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena
faktor kebetulan."Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah
akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors),"
tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini. Stephanie Cave MD, ahli medis yang
menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak"
menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak
adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik
vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu
ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak
adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat
kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara
mereka bereaksi terhadap suatu vaksin,"
Secara garis besar, tidak semua KIPI
disebabkan oleh imunisasi.Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan
imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa
terjadi pasca-imunisasi:
1. Reaksi
Suntikan
Semua gejala klinis yang
terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun tidak langsung
harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit,
bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.Sedangkan reaksi suntikan tidak
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.
2. Reaksi
vaksin
Gejala KIPI yang
disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih
dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang
dapat diantisipasi dengan obat penurun panas.Meski demikian, bisa juga reaksi
induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh
(misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan
perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.
3. Penyebab
tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah
yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka
untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui"
sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi
akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu
Pengetahuan atau Fiksi?raguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu
yang mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat
imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan.Pada
anak-anak, imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar
reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya.Jadi realitanya, tidak ada
obat yang aman untuk setiap anak.Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada
beberapa obat lainnya.
Keamanan imunisasi
seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa,
pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini
banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam
tubuh pada tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak
ada.Yang juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari
imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir
tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat,
telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk
kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma
keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis,
dan masalah kesehatan yang menahun lainnya.
Di Amerika Serikat dan
tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah masalah medis yang
terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional kedokteran,
telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian
yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari
imunisasi.
Imunisasi kadang dapat
mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin
betuk-betul bekerja secara tepat :
a) BCG:
Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan.
Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian
menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan
meninggalkan luka parut yang kecil.
b) DPT:
Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan
imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian
besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan
ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh
sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi
tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
c) POLIO
: Jarang timbuk efek samping.
d) CAMPAK :
Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah
penyuntikan.
e) HEPATITIS
: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek samping
imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
D. Penyakit
yang di Timbulkan Pada Anak yang Tidak di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya
menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk mencegah dan menangkal
timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak.Lalu mengapa kadangkala
orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut?Bukankah lebih baik
mencegah daripada mengobati?
Sesuai dengan yang
diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia),
Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada
anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab
fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit – penyakit seperti
:
1. Tuberkulosis
(TBC)
Tuberkulosis, terutama TB
paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi
juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya
angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju
faktor resiko infeksi dan faktor resiko
progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko
terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan
orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
2. Hepatitis
B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada
bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen) dibandingkan
kemungkinan pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis
B mutlak perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis
B umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti orang sehat.
Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B,
bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang
memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta
sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera
periksa ke dokter.
Virus hepatitis B
diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan
virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan
diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang
hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem
kekebalan.Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati.
Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap
hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan
munculnya kanker hati.
3. Penyakit
Polio
Penyakit ini disebabkan
virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.Anak yang terkena
polio dapat menjadi lumpuh layuh. Poliomyelitis
atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus.Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV),
masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki
aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu
πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός
"abu-abu" dan μυελός "bercak".Virus Polio termasuk genus
enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul
dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk
hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4)
dan satu protein kecil (Vpg).Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan
sebagai penyakit peradaban.Polio menular melalui kontak antarmanusia.Virus
masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau
minuman yang terkontaminasi feses.
Poliovirus adalah virus
RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan
menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak
berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga
strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon).
Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering
kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di
Sukabumi.
Sedangkan Strain 2 adalah
yang paling jinak.Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu Polio
non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non-paralisis
menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot
pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis
Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh
dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita
akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada
kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler
darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf
tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik.Pada periode
inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki
kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh
bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan
mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring
dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan neuron motor.
Neuron motor tidak
memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan
bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid
paralysis (AFP).Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menye-babkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut),
disebut quadriplegia. -Polio Bulbar Polio jenis ini disebabkan
oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang
otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang
mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf
trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata,
gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke
jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi
setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ''perintah
bernapas'' ke paru-paru.
Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ''tenggelam''
dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam
paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah
menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang
lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau
tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar
masuk paru-paru.Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma
dan kematian.
Penyakit Polio dapat
ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan) atau
dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular
melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang
kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian
menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke
seluruh tubuh.
Penularan terutama sering
terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut)
atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut).Virus Polio
dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai
berkilo-kilometer dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi
akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita yang telah
terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.Virus Polio sangat
tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan
klor.Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku
dapat bertahun-tahun masa hidupnya.
4. Penyakit
Campak
Penyakit Campak (Rubeola,
Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang
ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva)
dan ruam kulit.Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan
Paramyxovirus. Penularan infeksi
terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4
hari setelah ruam kulit ada.
Penyebab Campak, rubeola,
atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius
sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya
ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi
melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak
(air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak
diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang
bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang
yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi
yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum
mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala mulai timbul dalam
waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri
tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri
otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih
kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik).Ruam (kemerahan di kulit) yang
terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas.Ruam ini bisa
berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan
yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah
telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke
batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit,
penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40°
Celsius.3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan
ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek,
batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam
jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari
hingga 7 hari.
5. Difteri,
pertusis dan tetanus
Difteri disebabkan bakteri
yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau
fatal. Difteri merupakan penyakit menular yang
sangat berbahaya pada anak anak.Penyakit ini mudah menular dan menyerang
terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi
melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat.
Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk
polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Gejala utama dari penyakit
difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari
kuman ini.Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu
abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai
tenggorokan.Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan
sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot
jantung, ginjal dan jaringan syaraf .
Difteri dapat menyerang seluruh
lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi.
Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang
diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari
bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.Penyakit ini
adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan
(wikipedia.org).
Penyakit tetanus
disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran
hewan, debu, dan sebagainya.Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui
luka yang tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan
membentuk toksin (racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations
Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa
tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan
dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko
ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan
olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan
(www.unicef.org).Angka kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara
15-25%.
Pertusis atau batuk rejan
adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang
melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan
iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang
parah.Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang
di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular.
Pertusis dapat menyerang
segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun.
Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1
tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih
parah.Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian
terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.
E. Jadwal
Pemberian Imunisasi Pada Anak
1. Hepatitis
B
Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B
diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.
Pertama
: Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka vaksin harus diberikan
paling lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu bukan pembawa virus, bisa
diberikan pada kontrol di bulan pertama atau kedua.
Kedua : Kalau yang pertama
diberikan segera setelah lahir, yang kedua diberikan antara bulan pertama dan
kedua. Bila yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan
antara bulan ketiga dan keempat.
Ketiga
: Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin pertama sebelum
usia 1 bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin pertama setelah usia 1 bulan,
diberikan pada usia antara 6 s/d 18 bulan.
Resiko yang mungkin
timbul Resiko serius yang berkaitan dengan pemberian vaksin HBV sangat jarang
terjadi. Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi
kemerah-merahan.
Menunda pemberian Bila
anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila ada reaksi alergi serius
terhadap suntikan vaksin.
Setelah
pemberian Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin naik, dan juga
daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda bisa memakai obat
penurun panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres dengan air hangat bagian bekas
suntikan.
2. DTP
Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu
seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6
bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun).
Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus)
pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DPT
terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.
Resiko yang mungkin timbul
Seringkali pemberian vaksin ini menimbulkan panas badan ringan atau panas di
sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis dalam
vaksin. Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas
badan ringan. Bila anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara
normal, komponen pertussis dari vaksin dianjurkan untuk tidak diberikan
danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila setelah mendapatkan vaksin DTP
(DTaP) timbul gejala seperti dibawah konsultasikan dengan dokter anak sebelum
mendapatkan vaksin lainnya : kejang-kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah imunisasi
kejang-kejang yang makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah
mengalaminya reaksi alergi kesulitan makan atau gangguan pada mulut,
tenggorokan atau muka panas badan lebih dari 40 derajat Celcius (105 derajat
Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari pertama setelah imunisasi terus menangis lebih
dari 3 jam di 2 hari pertama setelah imunisasi
Setelah
pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan dan atau kemerah-merahan
di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah panas badan kadangkala dokter anak
memberikan resep obat sebelum imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda
apabila timbul gejala-gejala seperti diatas.
3. POLIO
Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3
bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d
6 tahun). Imunisasi pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan
OPV. Namun apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin
semuanya secara IPV.
Resiko yang mungkin timbul Bagi anda yang
belum pernah mendapatkan imunisasi polio pada saat balita dianjurkan untuk
imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan vaksin polio secara OPV. Ini
untuk mencegah penularan virus polio hidup yang terkandung dalam vaksin OPV ke
anda.
Menunda
pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan tubuh, vaksin IPV lebih baik
daripada OPV. Sebagai catatan, untuk anak-anak tipe ini harus dihindari kontak
dengan anak lain yang baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu
setelah vaksinasi. Vaksin IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki
alergi serius terhadap antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu
sebaiknya diberikan vaksin tipe OPV.
Setelah pemberian Untuk IPV, sering
menimbulkan panas badan ringan dan nyeri atau kemerah-merahan di sekitar bekas
suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi apapun.
4. BCG
Jadwal pemberian Diberikan
satu kali pada usia 2 bulan.
Resiko
yang mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan terhadap vaksin
ini. Menunda pemberian
Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan
ringan. Setelah
pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak
ada gejala lain yang serius.
5. MMR / CAMPAK
Jadwal
pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali pemberian.
Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun)
atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
Resiko yang mungkin timbul Jarang sekali
timbul masalah serius akibat vaksin ini. Menunda
pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila memiliki
alergi terhadap telur atau antibiotika neomycin. Bila menerima gamma globulin
dalam selang waktu 3 bulan sebelum imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan
tubuh akibat kanker atau sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.
Setelah
pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila
tidak ada gejala lain yang serius.
Analisis SWOT
1. Pemberian
imunisasi BCG
·
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh terhadap kuman
Mycrobacteria Tuberculosa dan menghambat penyebaran kumannya.
·
Weaknes/Kelemahan
Kekebalan yang di hasilkan dari imunisasi
ini bervariasi karena tidak adanya pemeriksaan laboratorium yang bias menilai
kekebalan seseorang pada penyakit Tuberculosis setelah di imunisasi.
·
Opportunity/Kesempatan
Resiko yang mungkin di temukan jarang di
temui dan jarang adanya reaksi berlebihan pada vaksin ini.
·
Threat/Ancaman
Jika anak tidak di immunisasi BCG maka
akan rentan terhadap penyakit tuberculosis.
2. Pemberian
imunisasi Hepatitis B
·
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh anak terhadap
kuman hepatitis B
·
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah serta
jarak rumah yang jauh dengan tempat pelayanan kesehatan sehingga ibu malas
untuk membawa anaknya untuk imunisasi.
·
Opportunity/Kesempatan
Resiko dan kontraindikasi pada pemberian
vaksin ini jarang ditemui.
·
Threat/Ancaman
Apabila anak tidak diimunisasi Hepatitis
B anak akan rentan di serang penyakit Hepatitis B dan pada bayi akan menjadi
kronik jauh lebih besar
3. Pemberian
imunisasi DPT
·
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap
penyakit difteri, pertussis, dan tetanus
·
Weaknes/Kelemahan
Adanya beberapa kontra indikasi yang
berkaitan dengan penyuntikan pertama DPT yaitu gejala-gejala keabnormalan otak
pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada syaraf
merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Kebanyakan bayi menderita
panas, sakit, kemerahan, dan bengkak pada area tempat penyuntikan.
·
Opportunity/Kesempatan
Pemberian vaksin harus di kocok dulu
untuk menghomogenkan suspense, penyuntikan secara intramuskuler atau subkutan
dalam yaitu pada bagian antero lateral paha sedangkan di bagian tempat pantat
pada anak tidak di rekomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul.
·
Threat/Ancaman
Bayi atau anak yang tidak diimunisasi DPT
akan rentan terhadap penyakit difteri, pertussis, dan tetanus.
4. Pemberian
imunisasi Polio
·
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap
penyakit polio
·
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah
tentang imunisasi dasar lengkap sehingga ibu tidak membawa anaknya ada saat
jadwal pemberian imunisasi polio.
·
Opportunity/Kesempatan
Pemberian yang mudah dan resiko yang
ditemukan jarang di temui.
·
Threat/Ancaman
Jika anak tidak diimunisasi polio maka
akan menyebabkan lumpuh layu pada kedua kaki walaupun dapat sembuh tetapi
penderita akan pincang seumur hidup. Virus polio ini menyerang tanpa
peringatan, merusak system saraf dan dapat menimbulkan kelumpuhan permanen.
5. Pemberian
Imunisasi Campak
·
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan pada anak terhadap
penyakit campak karena campak termasuk penyakit menular.
·
Weaknes/Kelemahan
Anak Mungkin Panas, kadang disertai
kemerahan 4 -10 hari sesudah penyuntikan
·
Opportunity/Kesempatan
Penyakit campak umumnya menyerang usia
balita sehingga jumlah dan usia pemberian sebanyak 2 kali, yaitu satu kali di
usia 9 bulan dan satu kali di usia 6 tahun.
·
Threat/Ancaman
Angka kejadian campak juga sangat tinggi
dalam mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.
Analisis SWOT untuk melihat
sisi-sisi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman, sebagaimana tertera dibawah
ini:
a.
KEKUATAN
(STRENGTHS)
Indonesia memiliki semangat
mengimplementasikan komitmen global seperti tercantum dalam MDGs dan PRSP. Imunisasi adalah bagian dari komitmen
nasional dan merupakan program prioritas, telah menjadi program prioritas,
telah menjadi program rutin serta merupakan bagian dari rencana strategis
nasional. Tersedia kebijakandan
petunjuk untuk program Imunisasi ( tools EVSM, DQS, DQA, SMS,PWS dan dukungan
supervisi) Semua vaksin adalah
produksi dalam negeri. Adanya
dasar dari MYP terdahulu tentang injeksi yang aman, pengurangan limbah buangan,
teknologi baru:uni-ject, vaksin baru dan incinerator. Pelayanan imunisasi di daerah
terintegrasi dengan pelayanan KIA ( oleh bidan desa). Telah memiliki standar internasiona
ldalam pegelolaanrantai dingindan manajemen. Telah
terbentuk Komite PP KIPI ditingkat nasional dan daerah. Adanya kebijakan manajemen logistik dalam bentuk bundling system.
b.
KELEMAHAN
(WEAKNESS)
Alat-alat dan instrument yang ada belum
berfungsi secara optimal. Banyak
dan cepat terjadi mutasi/perputaran pegawai yang kurang sesuai penempatannya,
beban yang berlebih (tanggung jawab beberapa program),pengetahuan dan
keterampilan yang kurang pada semua tingkatan, dan tidak ada perencanaan yang
sistematis. Beban kerja petugasyang
berlebih ditingkat kabupaten/kota (adanya perampingan struktur organisasi). Dana operasional yang terbatas, sehingga
pelayanan imunisasi, suplai logistic, supervise dan monitoring terganggu.
Kurangnya pelatihan yang sistematis. Sistem surveilance kurang
terintegrasi. Jumlah rantai dingin
terbatasdan banyak peralatan rantai dingin yang sudah tua/tidak layak pakai. Kurangnya advokasi kepada pengambil
kebijakan dan pemangku kepentingan tentang pentingnya imunisasi. Kurangnya KIE dan kegiatan mobilisasi
social/masyarakat. Ketersediaan vaksin
dilapangan masih mengalami hambatan baik dalam jumlah maupun waktu
yang disebabkan proses administrasi pengadaan. Pembinaan
dan pengawasan pelayanan imunisasi oleh institusi swasta belum optimal. Tidak konsistennya penggunaan angka/nilai
denominator dan data target ditingkat lokal dalam kaitannya dengan kebijakan
dari tingkat pusat.
c.
PELUANG
(OPPORTUNITIES)
Kebijakan desentralisasi member
kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah, sehingga kewenangan
intervensi yang dilaksanakan lebih spesifi, mudah diterapkan dan efektif. Perhatian dan komitmen internasional
cukup tinggi, sehingga dukungan dari donor cukup banyak. Imunisasi saat ini sudah menjadi
kebutuhan khususnya pada masyarakat perkotaan, sehingga mereka banyak
mendatangi unit pelayanan imunisasi statis baik pemerintah maupun swasta. Banyak kegiatan berbasis masyarakat yang
terkait dengan program kesehatan. Banyak
pilihan jenis perlengkapan rantai dingin dan jarum suntik yang telah terdaftar
PIS-WHO yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.
d.
ANCAMAN
(THREATHS)
Komitmen dari pemerintah daerah belum
sepenuhnya memprioritaskan penyelenggaraan imunisasi seperti yang diharapkan,
sehingga peraturan daerah dan penganggaran kurang optimal. Banyaknya kejadian seperti bencana,
pilkada, pemekaran wilayah, konflik sosial, suplai listrik yang tidak stabil
dan lain-lain,mempengaruhi penyelenggaraan imunisasi rutin sehingga menyebabkan
penurunan cakupan.
Belum sepenuhnya terjamin
penganggaran untuk kesinambungan pendanaan sesudah berakhirnya bantuan donor
baik di tingkat pusat maupun daerah. Banyaknya
daerah secara geografis sulit dijangkau pelayanan imunisasi sehingga masih
banyak kantong cakupan rendah. Kapasitas
infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan
imunisasi meliputi sarana transportasi, suplai listrik, tempat penyimpanan
vaksin, dan lain-lain sebagian daerah belum memenuhi standar. Masih ada budaya di beberapa daerah yang
menghambat penyelenggaraan imunisasi. Unit
pelayanan swasta masih banyak yang belum mengikuti standar prosedur teknis yang
ditetapkan dan memlaporkan secara rutin hasil cakupan imunisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar